Sabtu, 09 Agustus 2008

4 hari di pedalaman Kep.Mentawai

Ternyata...........

Jaman sekarang ini

Masih ada warga negara Indonesia

yang belum merdeka

Perjalanan satu malam dengan kapal dari pelabuhan Bungus Kota Padang menuju pulau Siberut Mentawai merupakan sebuah awal dari perjalanan yang mengasikkan sekaligus melelahkan menuju lokasi penelitian di pelosok pulau Siberut. Penelitian tentang Komunitas adat Terpencil (KAT) yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Sumatera Barat ini, hanya bisa lewati kapal laut, karena tidak adanya angkutan lain yang tersedia. Setelah perjalanan panjang satu malam, rombongan yang terdiri dari berbagai elemen dan departemen seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Biro Pembangunan, BAPPEDA Propinsi, Dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan, Akademisi, dan LSM merapat di pagi harinya di pelabuhan Melepet. Turun dari kapal Ambu Ambu di pelabuhan Melepet, saya dan rombongan harus melanjutkan perjalanan ke pedalaman pulau Mentawai itu,tepatnya ke Desa Matotonan.


Perjalanan ke pedalaman ini merupakan suatu tantangan tersendiri dalam penelitian yang didanai oleh Dinas Sosial Sumatera Barat ini. Betapa tidak, perjalanan yang melalui sungai awalnya memang cukup lancar. Namun, setelah makin ke pelosok, semakin berat medan yang di lalui. Musim hujan memang akan lancar perjalanan, namun ketika musin kemarau, apalagi musin panas, sungai yang dilalui tidak bisa dilewati. Setidaknya, rombongan harus turun sampai 15 kali dari pompong, karena airnya dangkal. Setiap turun dari pompong, harus didorong ramai-ramai. Perjalanan yang biasa ditempuh waktu normal, 6 jam, akhirnya dicapaikan dalam waktu 10 jam. Hal yang ini disampaikan adalah untuk mencapai lokasi penelitian di desa Matotonan itu sendiri, sudah merupakan sebuah petualangan tersendiri, karena harus ditempuh dalam waktu 24 jam dari ibu kota propinsi.


Kesan pertama yang muncul ketika sampai di lokasi penelitian adalah masih ada rakyat dari bangsa ini yang belum merdeka. Betapa tidak, untuk mencapai lokasi saja dibutuhkan perjalanan panjang. Sepanjang sungai yang dilalui, terdapat Uma, tempat tinggal penduduk yang sangat memprihatinkan. Belum lagi kondisi anak-anak, yang terkesan kurang gizi, dan tidak terawat. Jelas sekali, dari segi pakaian, mereka masih pakai cawat atau kabit. Dalam konteks inilah, penelitian ini mengkaji tentang kelayakan Desa Matotonan sebagai desa dampingan dari program KAT Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat.


Pada pokoknya, kegiatan pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat tradisional pada dasarnya merupakan usaha yang ditujukan pada penyiapan kondisi masyarakat untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan dengan memperkenalkan nilai-nilai baru ke dalam pranata-pranata sosial masyarakat tradisional. Persoalannya kemudian nilai-nilai baru yang diperkenalkan tersebut ditolak dan ditentang oleh masyarakat tradisional karena dianggap tidak sesuai dan atau bertentangan dengan nilai-nilai tradisional dalam pranata sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat setempat.


Disisi lain, keberhasilan pelaksanaan program pembangunan pada suatu masyarakat tradisional sangat berkaitan erat dengan tingkat partisipasi warga masyarakat bersangkutan, termasuk pada Komunitas Adat Terpencil (KAT). Rendahnya peran aktif warga masyarakat mencerminkan warga masyarakat bersangkutan tidak merasakan manfaat atau tidak sesuai dengan kebutuhan program pembangunan yang diterapkan kepada mereka.


Dengan menyadari pentingnya peran serta masyarakat tradisional untuk terlibat dalam berbagai program pembangunan maka pemahaman terhadap dimensi kehidupan sosial budaya dan lingkungan Komunitas Adat Terpencil sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan menjadi penting yang dilaksanakan melalui Studi Kelayakan. Studi Kelayakan dalam upaya Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada dasarnya ditujukan untuk mempersiapkan warga Komunitas Adat Terpencil dapat beradaptasi dengan segala aspek pembangunan secara keseluruhan. Dengan mempertimbangkan beragamnya karakteristik sosial budaya, lingkungan demografi serta rencana pembangunan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.


Kegiatan studi kelayakan juga berusaha menciptakan kondisi agar warga Komunitas Adat Terpencil mampu menyerap niali-nilai baru yang muncul bersamaan dengan program-program pembangunan yang diterapkan kepada mereka tanpa harus melepaskan nilai-nilai budaya tradisional yang sudah menjadi akar budaya mereka. Pada gilirannya, Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil diarahkan untuk mendorong, memfasilitasi dan mengakomodasi proses integrasi sosial mereka kedalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih luas, sehingga mampu menghadapi perkembangan zaman. SEMOGA

Tidak ada komentar: